KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penyimpangan Aqidah dan Penanggulanganya” tepat pada waktunya.
Makalah
ini penulis susun untuk melengkapi tugas Pendidikan Agama Islam, selain itu
untuk mengetahui dan memahami tentang Aqidah.
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu setiap pihak
diharapkan dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat
membangun.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak orang, karena sebaik-baik manusia
adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Terakhir selamat membaca.
Surakarta,
7 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Nilai suatu ilmu itu
ditentukan oleh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya
semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang
mengenalkan kita kepada Allah SWTsebagai Sang Pencipta.
Allah menciptakan manusia dengan
seindah-indahnya dan selengkap-lengkapnya dibanding dengan makhluk / ciptaan
lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus para Rasul-Nya (Menurut
hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000
semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh Al-Bukhari di At-Tarikhul
Kabir 5/447 dan Ahmad di Al-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu
Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di
Al-Maurid 2085 dan Thabrani di Al-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan
sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasul.
Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir
serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran.
Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan
Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian
ini, karena aqidah adalah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia
seperti kepalanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus
direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinilah pentingnya aqidah ini.
Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah
kunci menuju surga.
Aqidah
secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah
suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut
terminologi syara' (agama) yaitu keimanan kepada Allah, Malaikat-malaikat,
Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keimanan kepada takdir Allah baik
dan buruknya. Ini disebut Rukun Iman.
Dalam
syariat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada
rukun iman itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara
perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu
cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk
ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima
atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterimanya ibadah itu
ada dua, pertama : Ikhlas karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah
yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasulullah
SAW. Ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya
ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasulullah SAW tertolak atau mengikuti
Rasulullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka
amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah
makna yang terkandung dalam Al-Qur'an surah Al-Kahfi 110 yang artinya :
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepada Tuhannya."
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan aqidah?
2. Apa
saja peran aqidah dalam kehidupan?
3. Apa
saja penyimpangan terhadap aqidah?
4. Apa
saja langkah penanggulangan terhadap penyimpangan aqidah?
C. TUJUAN
1. Memahami
arti aqidah
2. Memahami
peranan aqidah dalam segi-segi kehidupan
3. Mengetahui
jenis-jenis penyimpangan aqidah
4. Mengetahui
cara penanggulangan terhadap penyimpangan aqidah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
AQIDAH
‘Aqidah
(اَلْعَقِيْدَةُ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu (الْعَقْدُ)
yang berarti ikatan, at-tautsiiqu(التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ بِقُوَّةٍ) yang berarti
mengikat dengan kuat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi):
‘aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun
bagi orang yang meyakininya.
Jadi,
‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah ازوجلّ
dengan segala pelaksanaan ke-wajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman
kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir,
takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang
Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada
apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh
berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma’
Salafush Shalih.
"Dan barangsiapa
yang menta'ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan
orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin,
orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman
yang sebaik-baiknya" (QS. An-Nisa':69)
B.
PERANAN PENTING AQIDAH DALAM SISI-SISI KEHIDUPAN
1.
Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat.
Adapun kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan
bisa diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia
mampu untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah
dan ampunan-Nya. Akidah telah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan
politik para penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia
lain. Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi
kebebasan itu dengan hukum-hukum syariat, penghambaan kepada Allah supaya hal
itu tidak menimbulkan kekacauan. Begitu juga, akidah telah berhasil
membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyembah fenomena-fenomena alam di
sekitarnya dan dongengan-dongengan yang tidak benar.
Melalui
proses pembebasan pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. Ia
memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka
cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka
jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang
sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk merenungkan
tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta
menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utama.
Tidak
sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap
rahasia-rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa
terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersembunyi di balik syariat guna
mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan validitasnya untuk setiap
masa dan tempat.
Dari
sisi lain, akidah mendorong manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan dan
mengikat ilmu pengetahuan itu dengan iman. Karena memisahkan ilmu pengetahuan
dari iman akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah
juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk
menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalam hal itu.
2.
Dalam Sisi Sosial.
Akidah
telah berhasil melakukan perombakan besar dalam sisi ini. Di saat masyarakat
Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal
akidah, mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan
kepentingan sosial.
Akidah
telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan
manusia akan kemaslahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi
kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap
individu.
Akidah
telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu
dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap
kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain
dan mendorong setiap individu muslim untuk hidup bersama.
Dari
sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar
anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosial yang berlandaskan
fanatisme, suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang
berlandaskan asas-asas spiritual. Yaitu takwa, fadhilah dan persaudaraan antar
manusia. Akidah telah berhasil merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang
pernah melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong
menolong. Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh
bangsa lain. Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah
tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan
kesulitan.
3.
Dalam Sisi Kejiwaan.
Akidah
dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana
sedang menimpa. Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode
untuk meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara cara-cara
tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita
dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia.
Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk mencari kesenangan dan
ketentraman di dunia ini. Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga
demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di dunia.
Dan
di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah
pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang
adalah musibah yang menimpa agama.
Dari
sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang
dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan
bingung. Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenal dirinya. Karena
tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan
tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari
pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit
jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati,
akan menimbulkan akibat-akibat sosial dan politik yang berbahaya, seperti
fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimana telah dijelaskan
oleh Imam Ali a.s.
4.
Dalam Sisi Akhlak.
Akidah memiliki
peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan
prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan
hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan
aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan
diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya.
Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhlak dari kehidupan manusia.
Karena akhlak tanpa iman tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan
sehari-hari.
C.
PENYIMPANGAN TERHADAP AQIDAH
1. Kebodohan terhadap aqidah shahihah
Karena tidak mau mempelajari dan mengajarkannya,
atau karena kurangnya perhatian terhadapnya. Sehingga tumbuh generasi yang
tidak mengenal aqidah shahihah dan juga tidak mengetahui lawan atau kebalikannya.
Akibatnya, mereka menyakini yang haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil
dianggap sebagai yang haq. Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khatab
radliyallahu ’anhu : ” Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu
manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan”.
2.
Ta’ashshub (fanatik)
Kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak
dan nenek moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang
menyalahinya, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al
Baqarah ayat 170, yang artinya: ”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah
apa yang telah diturunkan Allah ’, mereka menjawab, ’(tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’
(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?”
3. Taqlid Buta
Dengan mengambil pendapat manusia dalam
masalah aqidah tanpa megetahui dalilnya dan tanpa menyelidiki seberapa jauh
kebenarannya.
4. Ghuluw
(berlebihan)
Dalam mencintai para wali dan
orang-orang shalih, serta mengangkat mereka di atas derajat yang semestinya,
sehingga menyakini pada diri mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali
oleh Allah, baik berupa mendatangkan kemanfaatan maupun meolak kemudharatan.
Juga menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan makhlukNya, sehingga
sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut dan bukan menyembah Allah.
5.
Ghaflah (lalai)
Terhadap perenungan ayat-ayat Allah yang
terhampar di jagat raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan ayat-ayat Allah yang
tertuang dalam kitabNya (ayat-ayat Qura’niyah). Di samping itu, juga terbuai
dengan hasil teknologi dan kebudayaan, sampai-sampai mengira bahwa itu semua
adalah hasil kreasi manusia semata, sehingga mereka mengagung-agungkan manusia
dan menisbatkan seluruh kemajuan ini kepada jerih payah dan penemuan manusia
semata. Pada umumnya rumah tangga sekarang ini kosong dari pengarahan yang
benar menurut Islam.
6. Enggannya Media Pendidikan
dan Media Informasi Melaksanakan Tugasnya
Kurikulum pendidikan kebanyakan tidak
memberikan perhatian yang cukup terhadap pendidikan agama Islam, bahkan ada
yang tidak peduli sama sekali. Sedangkan media informasi, baik cetak maupun
elektronik berubah menjadi sarana penghancur dan perusak, atau paling tidak
hanya memfokuskan pada hal-hal yang bersifat meteri dan hiburan semata. Tidak
memperhatikan hal-hal yang dapat meluruskan moral dan menanamkan aqidah serta
menangkis aliran-aliran sesat.
D.
PENANGGULANGAN TERHADAP PENYIMPANGAN AQIDAH
1. Kembali
pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam untuk mengambil
aqidah shahihah. Sebagaimana para Salafush Shalih mengambil aqidah mereka dari
keduanya. Tidak akan dapat memperbaiki akhir umat ini kecuali apa yang telah
memperbaiki umat terdahulunya. Juga dengan mengkaji aqidah golongan yang sesat
dan mengenal syubuhat-syubuhat mereka untuk kita bantah dan kita waspadai,
karena siapa yang tidak mngenal keburukan, ia dikhawatirkan terperosok ke
dalamnya.
2.
Memberi perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf, di berbagai
jenjang pendidikan. Memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi
yang ketat dalam menyajikan materi ini.
3.
Harus ditetapkan kitab-kitab salaf yang
bersih sebagai materi pelajaran. Sedangkan
kitab-kitab kelompok penyeleweng harus
dijauhkan.
4. Menyebar para da’i yang meluruskan aqidah umat
Islam dengan mengajarkan aqidah salaf serta menjawab dan menolak seluruh aqidah
batil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
‘Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang
teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban.
2.
Aqidah berpengaruh besar terhadap
berbagai aspek kehidupan.
3.
Penyimpangan aqidah terjadi karena tidak
mau belajar tentang aqidah, mencintai sesuatu berlebihan, melaksanakan sesuatu
tanpa ada dalil, dan kurangnya informasi tentang aqidah.
4.
Penanggulangan terhadap penyimpangan
aqidah adalah dengan kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
B. SARAN
1.
Sebaiknya aqidah diajarkan sejak dini
agar tidak banyak terjadi penyimpangan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Aqidah Islamiyah. http://new-article-artikel.blogspot.com
Al-atsari Hamid. 2006. Intisari Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i
Aziz Abdul B,. 1990. Hidup sejahtera dalam naungan Islam.
Jakarta : Gemma
Lubis Ibrahim. 2012. Aqidah.
http://makalahmajannaii.blogspot.com
Yasid. 2006. Syarah 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Bogor
: Pustaka Imam Syafi’i
No comments:
Post a Comment